Masih teringat dengan
jelas di dalam kepalaku, cerita tentang seseorang yang mampu memunculkan
lembaran uang dari udara seperti seorang penyihir di buku cerita. Dia memakai
jubah panjang dan mengaku memiliki kemampuan yang begitu hebat. Orang-orang pun
mempercayainya karena takjub oleh keajaiban yang dilihat oleh mata kepala
mereka sendiri serta ditambah cerita-cerita yang beredar kemudian sehingga
mereka sepakat untuk mengangkatnya sebagai seorang maha guru. Sayangnya, cerita
tentang keajaiban orang tersebut yang telah lama melekat di dalam kepala
pengikutnya hanyalah sebuah cerita kebohongan yang diciptakannya untuk
mengelabui banyak orang.
Mungkin kau sudah
pernah mendengar cerita tentangnya, Lita. Kau pasti akan geram dan ingin
mencubitnya gemas karena tega mengelabui orang-orang yang tidak tahu dan kurang
memiliki pengetahuan agama yang kini menjadi pengikutnya. Cerita tentangnya ini
kemudian menyadarkanku betapa agama bisa dipakai oleh orang-orang tidak
bertanggungjawab seperti orang itu sebagai kedok untuk mengelabui banyak orang,
sekadar untuk mendapatkan harta dan kekuasaan semata.
Aku kemudian teringat kalau pernah membaca sebuah cerita yang modusnya kurang
lebih serupa. Hanya saja orang itu tidak memunculkan lembaran uang dari udara
dan tidak terjadi di negeri kita. Ceritanya mengambil tempat di dataran Mesir,
saat kepemimpinan berada di tangan Sang Imam. Cerita apik yang dikarang oleh
Nawal el Saadawi ini berjudul Jatuhnya
Sang Imam. Dari judulnya mungkin kau sudah bisa menerka seperti apa garis
besar ceritanya.
Ceritanya sendiri cukup
kompleks kalau aku boleh bilang karena berputar pada banyak tokoh yang saling
berkaitan dengan perpindahan yang melompat-lompat seperti seekor kancil, dari
satu tokoh di satu bagian beralih ke tokoh lain di bab berikutnya tanpa
diberitahu dengan jelas tokoh-tokoh itu bernama siapa. Terkadang aku
menerka-nerkanya sendiri dan ujung-ujungnya salah sampai aku membolak-balik
halaman untuk memastikan siapa tokoh-tokoh ini, terutama untuk mencari hubungannya
dengan tokoh utama, seorang anak perempuan bernama Bintullah, anak hasil
hubungan gelap Sang Imam dengan seorang perempuan miskin dan Sang Imam sendiri
tidak mau mengakuinya.
Perjalanan Bintullah
mencari identitas dirinya dan kedua orangtuanya ini membawanya ke dalam
intrik-intrik kejam seputar kekuasaan, agama, dan politik. Mungkin kau bisa
membayangkan bagaimana susahnya hidup Bintullah di saat masyarakat tempatnya tinggal
begitu memuja Sang Imam dan tidak mungkin mereka mempercayai bahwa Bintullah
adalah anak dari Sang Imam karena itu sebuah aib dan dosa yang tidak mungkin
diterima begitu saja oleh pemimpin agama seperti Sang Imam.
Sang Imam juga bukanlah
sosok yang sempurna seperti yang dibayangkan oleh pengikutnya. Dia pernah
memperkosa Bintullah saat dia berada di panti asuhan dan juga teman-temannya.
Dia juga melakukan poligami dengan tidak adil. Selain itu, untuk mempertahankan
kekuasaannya pun dia melakukan banyak cara mulai dari melobi-lobi
kelompok-kelompok tertentu, menebar mata-mata, bahkan menciptakan suatu ilusi
dengan mempekerjakan seorang bodyguard
yang didandani mirip dengannya sampai hanya istrinya dan Kepala Keamanan saja
yang mampu membedakannya, tujuannya untuk melindungi dirinya dari
serangan-serangan lawan politiknya.
Sekarang mungkin
saatnya kau menghembuskan napas dan menarik dalam-dalam udara supaya perasaanmu
menjadi tenang kembali. Aku pun juga begitu. Cerita ini membuatku terbawa emosi
karena menyadari kejadian yang serupa pun juga terjadi di dunia nyata. Bukankah
menjadi suatu hal yang lucu rasanya, betapa manusia begitu mudahnya dikelabui
oleh orang-orang tidak bertanggungjawab yang berkedok agama itu.
Lantas bagaimana akhir
dari pencarian Bintullah, apakah dia berhasil, kau pasti akan bertanya tidak
sabaran seperti itu. Dia berhasil. Sayangnya bukan dalam artian seperti yang
kau maksud. Dia berhasil untuk menemui kematiannya sendiri. Dia ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati. Seandainya saja masyarakat tempat Bintullah berada tidak
gelap mata dan mampu mengimbangi agama dengan akal pikiran, mungkin pencarian
Bintullah terhadap keadilan akan menemui jalan yang terang dan Sang Imam yang
telah berbuat banyak kesalahan bisa dijatuhi hukuman yang setimpal sesuai
kesalahannya.
Seandainya saja
keadilan yang dicari Bintullah justru terjadi di negeri kita sekarang, kau
mungkin berkata demikian sembari diam mengheningkan cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar