Pernah satu waktu aku
mengandai, bagaimana bila aku bisa berpindah-pindah tempat dalam sekejap,
melewati batas ruang dan waktu. Aku bisa pergi ke masa lalu, melihat-lihat
manusia purba di goa dan dinosaurus, atau pergi ke kota masa depan dengan
mobil-mobil terbang berseliweran di awan. Pasti menyenangkan sekali.
Lalu muncullah buku
ini, A Wrinkle in Time. Kerutan dalam
Waktu. Sebuah novel fantasi karangan Madeleine L’Engle yang mampu memuaskan
imajinasiku itu. Memang tidak serta merta kembali ke masa lalu atau terbang ke
masa depan, tapi bisa berpindah tempat dalam sekejap ke tempat mana pun, bahkan
ke planet di luar tata surya kita.
Novel ini bermula dari
hilangnya ayah Meg Murry dan Charles Wallace, tanpa jejak satu pun yang
mengarah ke mana terakhir atau kira-kira dia hilang. Orang-orang tentu
berkesimpulan sendiri. Ayahnya kabur bersama perempuan lain.
Meg adalah seorang anak
perempuan berambut merah, berkacamata, dan berkawat gigi ini dikenal di
sekolahnya sebagai anak aneh, bodoh, dan pembangkang. Padahal kenyataannya
tidak begitu. Dia pandai dalam bidang matematika. Hanya saja, gurunya tetap
saja tidak menyukainya di bidang tersebut karena cara-cara yang dilakukannya
untuk menyelesaikan soal tidak sesuai dengan apa yang diajarkan guru. Cara-cara
pintas, berkat bantuan dan belajar dari ayahnya, dilakukannya. Bukankah
hasilnya sama saja, begitu bela Meg.
Begitu juga dengan adik kecilnya, Charles.
Meski belum sekolah, dia dianggap sebagai anak yang aneh. Walaupun begitu, pada
dasarnya dia anak yang jenius dan serba tahu. Aku bilang serba tahu dalam arti
yang sebenarnya. Dia digambarkan tahu perasaan-perasaan orang terdekat, seperti
Meg dan ibunya.
Semua berjalan seperti
itu adanya, diolok-olok dan menjadi bahan omongan orang, hingga pada suatu hari
keluarga mereka kedatangan tiga orang nenek yang misterius. Dan eksentrik.
Mereka bernama Mrs. Whatsit, Mrs. Who, dan Mrs. Which.
Ketiganya mengatakan
bahwa mereka tahu keberadaan ayahnya dan berniat mengajak Meg dan Charles untuk
pergi menolongnya. Dengan bantuan sesuatu, bernama Tesseract. Terdengar familiar pastinya. Benda yang muncul dan
menjadi perhatian utama di film Marvel The Avenger ini mampu membawamu ke mana
pun kamu mau, bahkan ke planet-planet di luar tata surya dengan kehidupan
mereka.
Di dalam perjalanannya,
ada anak laki-laki lain yang ikut dan menjadi teman yang cukup berguna, namanya
Calvin, yang berada di kelas beberapa tingkat di atas Meg. Bersama-sama, mereka
berhasil menyelamatkan ayahnya dan sekaligus mengalahkan musuh terbesar di balik
itu semua, Si Materi Gelap, sesuatu yang mampu menguasai makhluk-makhluk lain,
terutama manusia di planet Camazotz, dan berbentuk otak yang berdenyut.
Sayangnya ada beberapa
hal yang masih menjadi pertanyaanku selesai membaca kisah ini. Pertama tentang
kejeniusan Charles Wallace yang mampu tahu apa saja yang dipikirkan dan
dirasakan orang-orang terdekatnya, terutama Meg dan ibunya. Memang, bila ikatan
emosional sudah terjalin begitu eratnya, kadangkala aku pun mampu melakukan
seperti halnya Charles kepada Meg, kakak kepada adik. Namun, di awal kisah,
keserbatahuan Charles ini begitu misterius. Dia sudah tahu tentang tesseract, tentang hal-hal misterius di
balik ketiga nenek, dan tahu tentang cara menyelamatkan ayahnya. Sampai aku
sempat berpikir, bagaimana Charles bisa tahu dan berpikir jauh lebih dewasa
dibanding fisiknya itu mengacu pada kemungkinan bahwa dia adalah ayah Meg yang
hilang. Kemungkinan itu muncul karena tesseract mampu membuat seseorang
melintasi ruang dan waktu. Bisa saja ayah Meg kehilangan arah dan bukannya
pergi ke suatu tempat malah terjebak kembali ke masa lalu. Dan ternyata
tebakanku meleset, hehe.
Lalu tesseract itu sendiri. Penggambarannya
sama sekali tidak ada tentang benda satu ini. Yang ada hanyalah efek perjalanan
yang diakibatkan ketika seseorang melakukan tesser,
istilah untuk bergerak dengan tesseract.
Apakah bentuknya seperti kubus kecil bercahaya atau jam tangan atau apa pun
itu, aku rasa sengaja tidak digambarkan oleh pengarangnya, untuk membebaskan
imajinasi pembacanya sendiri.
Ada beberapa hal lain
lagi yang menarik. Tentang bagaimana sebuah pesan disampaikan dalam sebuah
kisah. Pesan yang cukup dalam dan orang dewasa pun aku rasa sulit melakukannya.
Sama seperti kisah-kisah fantasi anak-anak yang ditulis oleh pengarang-pengarang
luar negeri, pesan-pesan itu ditulis tanpa nada menggurui. Salah satunya adalah
cinta. Satu perasaan yang tidak bisa didefinisikan itu menjadi senjata terkuat
yang digunakan Meg untuk mengalahkan Materi Hitam. Cinta tentu bisa kamu
definisikan sendiri dengan banyak macamnya. Cinta kepada diri sendiri, kepada
sesama, kepada alam, kepada Tuhan. Dan semuanya itu terangkum di dalam kisah
ini. Dan aku baru tahu, Materi Hitam ini ternyata ada juga di dalam dunia
manusia. Dalam bentuk pikiran-pikiran buruk yang mengubah perilaku manusia
menjadi selayaknya robot tidak berperasaan. Dengan merusak lingkungan,
melakukan kejahatan ke sesama manusia, dan ah, banyak lagi. Ternyata, Materi
Hitam sudah menguasai dunia ini.
Lalu penggambaran
manusia di planet Camazotz. Manusia di sana tidak memiliki kebebasan dalam arti
sebenarnya. Baik itu perilaku maupun pikiran mereka dikendalikan oleh Materi
Gelap. Semua orang bergerak dalam tempo yang sama. Anak-anak bermain bola pada
jam yang sama, dengan pantulan bola yang sama, dan kembali masuk ke rumah juga
dalam waktu yang sama. Orang-orang dewasa bekerja juga dalam tempo yang sama.
Semuanya serba sama. Memang, menurut mereka dengan kesamaan itu tidak ada lagi
perbedaan yang menjadikan kekacauan muncul. Namun, apa hakikat manusia itu
menjadi tidak ada. Mereka selayaknya robot yang diperintah sistem. Dan bagian
itu menjadi satu sentilan kecil sebenarnya. Bagaimana ketika sudah terbiasa
dengan rutinitas, atau ketika kita berada di bawah kekuasaan yang otoriter,
semua berjalan layaknya robot. Kita tidak tahu lagi apakah yang kita kerjakan
itu adalah hal yang didasari oleh hati atau hanya didasari kepatuhan pada
sistem, tanpa daya untuk melawan atau sedikit berbeda. Sebab, perbedaan
menjadikanmu dihukum kalau di kisah ini. Perbedaan menciptakan chaos, begitu dalih Materi Gelap. Betapa
menjadi diri sendiri menjadi sesuatu yang mahal dan sebatas mimpi di planet
itu.
Penggambaran cinta dan
bagaimana menjadi dirimu sendiri meski orang-orang memandangmu aneh dan remeh
menjadi perhatian lain selain tesseract
di kisah ini. Setiap orang pada dasarnya, seperti dalam kisah ini, memiliki
kelebihan. Tinggal bagaimana menggunakan kelebihan itu untuk hal-hal positif
dan menjadikanmu berguna di dunia.
Namun, tetap saja. Aku
masih penasaran dengan tesseract.
Bisakah kamu membantuku untuk mencarinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar