Sudah lama aku tidak
menulis sesuatu untukmu, Lita. Kapan terakhir kali aku menulisnya? Aku pun juga
sudah lupa, mungkin kau pun demikian. Kehidupanku sekarang seperti berada di
dalam penjara. Dari bangun tidur, makan, dan kembali tidur. Sampai aku berpikir
tentang masa-masa aku masih menulis sesuatu untukmu. Dan aku rasa, tidak ada
salahnya menulis sesuatu lagi, yang bisa dibilang, ini sekadar harapan untuk
bisa bertemu lagi denganmu, sekadar melepas beban dari dalam pikiranku.
Tadi aku mengatakan
kehidupanku seperti penjara. Berhubungan dengan penjara, aku baru saja membaca
sebuah cerita yang menyenangkan tentang kehidupan seorang di penjara. Cerita
itu dikarang oleh Alexander Solzhenitsin. Agak susah memang melafalkannya,
apalagi mengingatnya, makanya segera aku tulis sebelum nama itu menguap di
udara. Ceritanya berjudul Sehari dalam
Hidup Ivan Denisovich. Cerita yang mengambil tempat di sebuah daerah di
Uni Soviet, sekarang Rusia, saat Stalin masih berkuasa ini mengisahkan seseorang bernama Ivan
Denisovich, yang tahukah kau Lita, dia dipenjara karena dituduh menjadi
mata-mata oleh pemerintahan Uni Soviet. Dia pun juga sebenarnya tidak bisa
mengatakan secara terus terang untuk membela diri bahwa penangkapannya
berkaitan dengan tuduhan itu tidak benar. Kau bisa mulai mencoba membayangkan,
situasi yang dia alami di saat dia diberi dua pilihan yang ujung-ujungnya sama
sekali berakibat buruk. Pilihan pertama dia mengaku sebagai mata-mata, itu pun
dipaksa untuk mengaku sebagai mata-mata, dan dia dijebloskan ke dalam penjara,
atau dia tidak mengaku dan berakhir di taman pekuburan, sebab dia ditodong
pistol oleh pihak berwajib yang menangkapnya. Akhirnya, Sukhov, nama lain Ivan
Denisovich, aku memakai Sukhov selanjutnya agar lebih ringkas, memilih
dipenjara. Setidaknya dia masih bisa hidup, begitu pikirnya.
Kehidupannya di penjara
tidak bisa dikatakan mudah pada awalnya. Dia dipenjara di penjara umum kemudian
dipindahkan ke penjara khusus, di mana selain menjalani hukuman di dalam sel,
mereka ditempatkan di dalam regu-regu dan diwajibkan melakukan kerja paksa,
mulai dari membenahi barak-barak tempat mereka tinggal sampai membangun sebuah
perkampungan yang didedikasikan untuk mereka-mereka juga nantinya. Ibarat
mereka membuat sebuah kampung tahanan yang didirikan oleh para tahanan sendiri.
Mereka menyebutnya Pembangunan Perkampungan Masyarakat Sosialis, dengan jeruji
dan kawat berduri mengelilinginya sebagai pesan terhadap kedudukan mereka.
Kalau kau mengira
hukuman mereka hanya sampai di sana, kau salah Lita. Penjara itu berada di
daerah yang begitu dingin, dengan suhu saat menjelang pagi bisa sampai -40
derajat. Dengan perlengkapan yang terbatas tiap orangnya, berupa selimut tipis,
kemeja sehelai, mantel, penutup kepala, sarung tangan tipis, dan sepatu dengan
kain penutup kaki di dalamnya, mereka bisa saja mati terkena hipotermia.
Ditambah kebutuhan mereka untuk makanan juga sangat terbatas. Makanan mereka,
kalau kau tahu, hanya berupa bubur gandum yang diberi garam dengan
tulang-tulang ikan dan lemak kalau beruntung. Beberapa tahanan lain sedikit
lebih baik dalam masalah ini karena mereka mendapat kiriman dari keluarga
mereka, berupa kue-kue, sosis, dan sebagainya. Dengan terbatasnya sumber daya
tersebut, kemampuan mereka untuk bertahan hidup sangat diuji.
Lantas bagaimana mereka
menjalani kehidupan di sana, mungkin kau bertanya demikian. Kehidupan mereka
dimulai dari pagi hari saat lonceng tanda bangun dibunyikan oleh para sipir.
Mereka harus bergegas bangun untuk memulai apel pagi di saat suhu minus di
bawah nol. Setelah apel pagi mereka satu per satu per regu mulai diberi jatah
ransum, bubur gandum yang diberi garam itu, ditambah roti beberapa ons tiap orangnya
untuk jatah sehari. Mereka pun juga harus pintar-pintar mengelola ransum yang
terbatas itu. Sukhov pintar melakukannya. Dia bagi menjadi beberapa bagian.
Satu bagian dia simpan di dalam kasurnya. Dia masukkan ke dalam kasurnya yang
berisi serutan gergaji kayu itu dan dijahitnya kembali agar tidak terlihat
sebab makanan adalah benda berharga di dalam kehidupan mereka. Roti beberapa
ons itu harus dijaga bila tidak mau diambil tahanan lain. Bagian roti yang lain
Sukhov simpan di dalam mantelnya, tepatnya di dalam saku rahasianya yang dia
jahit sendiri. Dengan begitu, dia bisa makan nanti pada saat istirahat makan
siang.
Setelah sarapan, para
tahanan kemudian berkumpul di lapangan untuk pembagian tugas menurut regunya
masing-masing. Ada yang disuruh menggali lubang, memperbaiki bangunan,
membangun rumah di perkampungan tersebut, dan sebagainya. Regu Shukov sendiri
kebagian melanjutkan pembangunan gedung pembangkit tenaga listrik. Gedungnya
sendiri masih setengah jadi ditambah peralatan yang hampir rusak dan serba terbatas.
Dari cerita ini, aku
mendapat gambaran bagaimana Shukov mencoba menjalani kehidupannya di penjara
yang mengenaskan itu dengan cara menikmati setiap pekerjaannya. Bisa dikatakan,
Sukhov mencoba untuk ikhlas. Dia coba melupakan pikiran-pikiran untuk kabur
dari sana, atau untuk menghitung berapa lama lagi dia bisa bebas, dengan
mencurahkan seluruh pikirannya ke dalam pekerjaannya. Dengan begitu, dia tidak
lagi merasa depresi seperti beberapa tahanan lain.
Dia juga mencoba
menolong dan membantu tahanan lain yang kesulitan, sebab prinsipnya di sana
begitu, bila mau ditolong orang lain, dia harus menolongnya terlebih dahulu.
Dia melakukannya tiap hari, sehingga dia bisa mendapat kue-kue dari tahanan
yang ditolongnya dan kebetulan mendapat kiriman, atau mendapat tembakau untuk
dia bisa merokok.
Sukhov melakukannya
tiap hari sampai lebih dari sepuluh tahun. Masih lima belas tahun lagi sebelum
masa hukumannya habis. Kegiatan monoton yang berusaha dinikmatinya dan
diikhlaskannya. Sebab bagaimanapun juga, dia sendiri tidak punya kemampuan
untuk melawan kuasa yang menjadikannya ditahan di penjara tersebut. Kalau kita
percaya takdir, apa yang menimpa Sukhov bisa dikatakan sebuah takdir. Takdir
yang begitu kejam sampai membuat manusia menjadi tidak berdaya. Kalau di dalam cerita
takdir itu berwujud kekuatan-kekuatan politik dengan senjata-senjata yang
dikokang pihak yang berkuasa. Mungkin kau jadi merasa familiar dengan situasi
tersebut, seperti masa-masa saat negara ini dipimpin seorang diktator selama
tiga puluh dua tahun.
Dan aku sekarang
merasa, aku harus bisa seperti Sukhov. Mencoba menikmati takdir yang mengikatku
dengan sungguh-sungguh. Salah satunya, aku mulai ingat lagi kepadamu. Sama
seperti Sukhov yang selalu teringat keluarganya di rumah, dengan harapan yang
sama. Sekadar bisa keluar dan bertemu lagi pada akhirnya.
PS: sebenarnya ada yang membuatku
janggal dari cerita ini, dari awal sampai akhir cerita aku tidak tahu bagaimana
mereka mendapat minum, terutama Sukhov. Hanya sedikit kalimat yang mengatakan
kalau ada tong berisi teh, yang airnya sendiri sebenarnya juga bukan teh,
melainkan air keruh dengan rasa yang tidak enak sehingga hanya tahanan yang
bodoh yang mau meminumnya. Tapi mungkin aku mesti membiarkan pikiranku pergi
mencari sendiri bagaimana mereka minum. Mungkin mereka bisa dapat air dengan mengambil
salju yang berlimpah di luar penjara dan memasukkannya ke dalam mulut sampai
menjadi cair atau memanaskannya dalam sebuah kaleng yang ditaruh di dekat perapian. Kalau kau, Lita, apa yang akan kau pikirkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar