Minggu, 04 Desember 2016

Alexander Solzhenitsin dan Cerita tentang Kehidupan Sehari dalam Hidup Ivan Denisovich

Sudah lama aku tidak menulis sesuatu untukmu, Lita. Kapan terakhir kali aku menulisnya? Aku pun juga sudah lupa, mungkin kau pun demikian. Kehidupanku sekarang seperti berada di dalam penjara. Dari bangun tidur, makan, dan kembali tidur. Sampai aku berpikir tentang masa-masa aku masih menulis sesuatu untukmu. Dan aku rasa, tidak ada salahnya menulis sesuatu lagi, yang bisa dibilang, ini sekadar harapan untuk bisa bertemu lagi denganmu, sekadar melepas beban dari dalam pikiranku.
Tadi aku mengatakan kehidupanku seperti penjara. Berhubungan dengan penjara, aku baru saja membaca sebuah cerita yang menyenangkan tentang kehidupan seorang di penjara. Cerita itu dikarang oleh Alexander Solzhenitsin. Agak susah memang melafalkannya, apalagi mengingatnya, makanya segera aku tulis sebelum nama itu menguap di udara. Ceritanya berjudul Sehari dalam Hidup Ivan Denisovich. Cerita yang mengambil tempat di sebuah daerah di Uni Soviet, sekarang Rusia, saat Stalin masih berkuasa ini mengisahkan seseorang bernama Ivan Denisovich, yang tahukah kau Lita, dia dipenjara karena dituduh menjadi mata-mata oleh pemerintahan Uni Soviet. Dia pun juga sebenarnya tidak bisa mengatakan secara terus terang untuk membela diri bahwa penangkapannya berkaitan dengan tuduhan itu tidak benar. Kau bisa mulai mencoba membayangkan, situasi yang dia alami di saat dia diberi dua pilihan yang ujung-ujungnya sama sekali berakibat buruk. Pilihan pertama dia mengaku sebagai mata-mata, itu pun dipaksa untuk mengaku sebagai mata-mata, dan dia dijebloskan ke dalam penjara, atau dia tidak mengaku dan berakhir di taman pekuburan, sebab dia ditodong pistol oleh pihak berwajib yang menangkapnya. Akhirnya, Sukhov, nama lain Ivan Denisovich, aku memakai Sukhov selanjutnya agar lebih ringkas, memilih dipenjara. Setidaknya dia masih bisa hidup, begitu pikirnya.
Kehidupannya di penjara tidak bisa dikatakan mudah pada awalnya. Dia dipenjara di penjara umum kemudian dipindahkan ke penjara khusus, di mana selain menjalani hukuman di dalam sel, mereka ditempatkan di dalam regu-regu dan diwajibkan melakukan kerja paksa, mulai dari membenahi barak-barak tempat mereka tinggal sampai membangun sebuah perkampungan yang didedikasikan untuk mereka-mereka juga nantinya. Ibarat mereka membuat sebuah kampung tahanan yang didirikan oleh para tahanan sendiri. Mereka menyebutnya Pembangunan Perkampungan Masyarakat Sosialis, dengan jeruji dan kawat berduri mengelilinginya sebagai pesan terhadap kedudukan mereka.
Kalau kau mengira hukuman mereka hanya sampai di sana, kau salah Lita. Penjara itu berada di daerah yang begitu dingin, dengan suhu saat menjelang pagi bisa sampai -40 derajat. Dengan perlengkapan yang terbatas tiap orangnya, berupa selimut tipis, kemeja sehelai, mantel, penutup kepala, sarung tangan tipis, dan sepatu dengan kain penutup kaki di dalamnya, mereka bisa saja mati terkena hipotermia. Ditambah kebutuhan mereka untuk makanan juga sangat terbatas. Makanan mereka, kalau kau tahu, hanya berupa bubur gandum yang diberi garam dengan tulang-tulang ikan dan lemak kalau beruntung. Beberapa tahanan lain sedikit lebih baik dalam masalah ini karena mereka mendapat kiriman dari keluarga mereka, berupa kue-kue, sosis, dan sebagainya. Dengan terbatasnya sumber daya tersebut, kemampuan mereka untuk bertahan hidup sangat diuji.
Lantas bagaimana mereka menjalani kehidupan di sana, mungkin kau bertanya demikian. Kehidupan mereka dimulai dari pagi hari saat lonceng tanda bangun dibunyikan oleh para sipir. Mereka harus bergegas bangun untuk memulai apel pagi di saat suhu minus di bawah nol. Setelah apel pagi mereka satu per satu per regu mulai diberi jatah ransum, bubur gandum yang diberi garam itu, ditambah roti beberapa ons tiap orangnya untuk jatah sehari. Mereka pun juga harus pintar-pintar mengelola ransum yang terbatas itu. Sukhov pintar melakukannya. Dia bagi menjadi beberapa bagian. Satu bagian dia simpan di dalam kasurnya. Dia masukkan ke dalam kasurnya yang berisi serutan gergaji kayu itu dan dijahitnya kembali agar tidak terlihat sebab makanan adalah benda berharga di dalam kehidupan mereka. Roti beberapa ons itu harus dijaga bila tidak mau diambil tahanan lain. Bagian roti yang lain Sukhov simpan di dalam mantelnya, tepatnya di dalam saku rahasianya yang dia jahit sendiri. Dengan begitu, dia bisa makan nanti pada saat istirahat makan siang.
Setelah sarapan, para tahanan kemudian berkumpul di lapangan untuk pembagian tugas menurut regunya masing-masing. Ada yang disuruh menggali lubang, memperbaiki bangunan, membangun rumah di perkampungan tersebut, dan sebagainya. Regu Shukov sendiri kebagian melanjutkan pembangunan gedung pembangkit tenaga listrik. Gedungnya sendiri masih setengah jadi ditambah peralatan yang hampir rusak dan serba terbatas.
Dari cerita ini, aku mendapat gambaran bagaimana Shukov mencoba menjalani kehidupannya di penjara yang mengenaskan itu dengan cara menikmati setiap pekerjaannya. Bisa dikatakan, Sukhov mencoba untuk ikhlas. Dia coba melupakan pikiran-pikiran untuk kabur dari sana, atau untuk menghitung berapa lama lagi dia bisa bebas, dengan mencurahkan seluruh pikirannya ke dalam pekerjaannya. Dengan begitu, dia tidak lagi merasa depresi seperti beberapa tahanan lain.
Dia juga mencoba menolong dan membantu tahanan lain yang kesulitan, sebab prinsipnya di sana begitu, bila mau ditolong orang lain, dia harus menolongnya terlebih dahulu. Dia melakukannya tiap hari, sehingga dia bisa mendapat kue-kue dari tahanan yang ditolongnya dan kebetulan mendapat kiriman, atau mendapat tembakau untuk dia bisa merokok.
Sukhov melakukannya tiap hari sampai lebih dari sepuluh tahun. Masih lima belas tahun lagi sebelum masa hukumannya habis. Kegiatan monoton yang berusaha dinikmatinya dan diikhlaskannya. Sebab bagaimanapun juga, dia sendiri tidak punya kemampuan untuk melawan kuasa yang menjadikannya ditahan di penjara tersebut. Kalau kita percaya takdir, apa yang menimpa Sukhov bisa dikatakan sebuah takdir. Takdir yang begitu kejam sampai membuat manusia menjadi tidak berdaya. Kalau di dalam cerita takdir itu berwujud kekuatan-kekuatan politik dengan senjata-senjata yang dikokang pihak yang berkuasa. Mungkin kau jadi merasa familiar dengan situasi tersebut, seperti masa-masa saat negara ini dipimpin seorang diktator selama tiga puluh dua tahun.
Dan aku sekarang merasa, aku harus bisa seperti Sukhov. Mencoba menikmati takdir yang mengikatku dengan sungguh-sungguh. Salah satunya, aku mulai ingat lagi kepadamu. Sama seperti Sukhov yang selalu teringat keluarganya di rumah, dengan harapan yang sama. Sekadar bisa keluar dan bertemu lagi pada akhirnya.



PS: sebenarnya ada yang membuatku janggal dari cerita ini, dari awal sampai akhir cerita aku tidak tahu bagaimana mereka mendapat minum, terutama Sukhov. Hanya sedikit kalimat yang mengatakan kalau ada tong berisi teh, yang airnya sendiri sebenarnya juga bukan teh, melainkan air keruh dengan rasa yang tidak enak sehingga hanya tahanan yang bodoh yang mau meminumnya. Tapi mungkin aku mesti membiarkan pikiranku pergi mencari sendiri bagaimana mereka minum. Mungkin mereka bisa dapat air dengan mengambil salju yang berlimpah di luar penjara dan memasukkannya ke dalam mulut sampai menjadi cair atau memanaskannya dalam sebuah kaleng yang ditaruh di dekat perapian. Kalau kau, Lita, apa yang akan kau pikirkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar